4 Mar 2011

Penggunaan Energi dalam Ayam Broiler

Penggunaan Energi dalam Ayam Broiler
Banyak para pelajar, praktisi dan peternak yang mengartikan energi sebagai salah satu nutrisi dalam pakan ternak.
Karena kata energi ini sering sekali ditulis secara bedampingan dengan protein, lemak, serat dan nutrient lainya.
Padahal energi itu sendiri bukan nutrisi, energi adalah kalor (panas) yang dihasilkan dari metabolisme beberapa nutrient
yaitu karbohidrat, protein dan lemak. Namun demikian energi tetap menjadi salah satu ‘nutritional factor’
untuk mendapatkan performance broiler yang optimal.Ada 2 hal mendasar yang perlu diketahui peternak menyangkut
energi pada pakan broiler. 1) Sampai saat ini energi dalam bahan baku yang bisa di analisa adalah gross energi,
sementara yang digunakan oleh broiler adalah net energy atau yang sering kita sebut sebagai metabolisme energi.
Metabolisme energi inilah yang dipakai pada sistem formulasi pakan ternak. Artinya nilai ME tidak didapat dari
laboratorium, namun didapatdari persamaan (rumus) yang telah diuji oleh para ahli nutrisi ternak dan peneliti. 2)
Pengaruh kekurangan energi pada performance sangat besar. Pengaruh terbesar pada ayam broiler adalah
memperburuk FCR. Pada saat energi per kg pakan kurang dari kebutuhan, maka ayam akan makan lebih banyak untuk
menjaga kebutuhan energi tubuhnya. Walaupun ayam makan lebih banyak pertambahan berat badannya tidak ikut
meningkat. Dan ini membuat pemenuhan kebutuhan energi menjadi lebih mahal serta mengurangi ‘value’
dari energi itu sendiri.
Adapun penggunaan energi pada broiler secara garis besar bisa di bagi menajdi 2 bagian :
1. Pemenuhan Hidup Pokok (Maintenance)
- a. Energi untuk metabolisme (basal metabolisme) Bagaimanapun juga proses pencernaan, penyerapan, reproduksi,
proses dalam sel dan segala macam proses dalam tubuh unggas yang sering di sebut dengan proses metabolisme tetap
juga membutuhkan energi Kebutuhan energi untuk basal metabolisme semakin meningkat dengan bertambahnya berat
ayam (surface area), walaupun kebutuhan per kg berat badanya semakin kecil.
- b. Kenaikan panas tubuh karena aktivitas Proses metabolisme protein dan lemak juga akan meningkatkan panas
tubuh ayam, pada saat yang sama maka ayam memerlukan energi untuk menjaga keseimbangan suhu tubuhnya.
Jagung mengahasilkan panas bahang yang lebih tinggi dibandingkan minyak, ini adalah salah satu penyebab beberapa
ahli merekomendasikan mengganti sumber energi ke lemak pada saat cekaman panas.
- c. Kenaikan panas tubuh karena ‘thermal regulation’ Pada saat lingkungan disekitar kandang tinggi,
maka suhu tubuh ayam juga ikut meningkat. Untuk menurukan suhu tubuhnya ayam akan minum lebih banyak, dalam
tubuh ayam itu sendiri ada energi yang dipakai untuk menetralisir hal tersebut.
- d. Energi pada feses dan urine Energi yang terbuang sebagai endogenous energy dalam feses dan urine adalah nilai
mutlak yang tidak bisa di tawar lagi.
- e. Immune Respons Pada saat ayam broiler terinfeksi suatu penyakit, maka sebagian nutrient akan digunakan untuk
meningkatkan daya tahan. Glukosa dalam darah juga menurun, maka dari itu energi untuk pertumbuhan juga sebagian
akan terpakai untuk mencover kondisi seperti ini. Pemberian air gula secukupnya untuk menambah intake energi
terutama pada saat konsumsi pakan turun sangat diperlukan. 2. Energi untuk Produksi
- a. Pertumbuhan jaringan tubuh Pakan dibuat sedemikian rupa sehingga komposisi asam amino nya dapat
memenuhi kebutuhan ayam. Namun demikian protein yang masuk kedalam tubuh ayam harus dipecah menjadi asamasam
amino, sebelum diserap oleh tubuh. Setelah itu asam-asam amino akan digunakan untuk pembentukan jaringan
tubuh (daging, bulu dan jaringan tubuh lainya) dan hal ini banyak membutuhkan energi.
- b. Penambahan lemak dan penyimpanan karbohidrat Metabolisme lemak lebih sederhana di bandngkan nutrient
lainya, kelebihan lemak akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak juga. Begitu juga dengan karbohidrat, jika
nutrient ini berlebih akan disimpan sebagai cadangan lemak dalam tubuh unggas.
- c. Telur dan semen Karena dipanen pada usia yang relatif muda, ayam broiler belum sampai pada masa reproduksi
yang tentunya membutuhkan energi untuk pembentukan semen dan telur. Bagaimanapun juga perhitungan energi untuk
ayam broiler bisa jadi tidak sama presis dengan kebutuhan ayam, mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya
termasuk kondisi lingkungan dan kesehatan ayam itu sendiri. Namun demikian para nutritionist pastilah berusaha untuk
lebih tepat atau memberikan energi yang lebih tinggi dari kebutuhan pada saat lingkungan normal. (skm)
CJ Feed Indonesia
http://cjfeed.co.id Copyright 2007 by CJFeed Indonesia

Peneliti Bikin Ayam Tak Sebarkan Flu Burung

Sekelompok peneliti asal University of Cambridge dan The University of Edinburgh, Inggris yang mendapat suntikan dana dari pemerintah berhasil menemukan cara agar ayam tidak menularkan flu burung ke hewan lain dan manusia yang memeliharanya.

Caranya, peneliti memasukkan gen yang mampu memblokir flu burung agar tidak mereplikasi diri. Ayam yang dimodifikasi ini memang tetap bisa terinfeksi flu burung, akan tetapi sel mereka tidak memproduksi kopi virus flu. Sehingga, ayam yang ada di dekatnya tidak terserang.

Penemuan tersebut, yang dilaporkan dalam jurnal Science, disebutkan berhasil mengatasi masalah terbesar baik bagi para peternak unggas ataupun petugas kesehatan masyarakat yang khawatir bahwa ayam bisa menjadi sumber virus flu yang bisa menularkan pada manusia.

“Modifikasi genetik yang kami temukan ini merupakan langkah pertama yang signifikan untuk mengembangkan ayam yang sepenuhnya kebal terhadap flu burung,” kata Laurence Tiley, profesor dari Department of Veterinary Medicine University of Cambridge, seperti dikutip dari Medindia, 21 Januari 2011.

Selain itu, kata Tiley, penemuan ini juga akan membantu meningkatkan kesehatan unggas rumah tangga dan mencegah penyebaran epidemi flu burung di antara populasi manusia.

Meski menarik, masalah belum terpecahkan sepenuhnya. “Uji coba selama bertahun-tahun masih diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada bahaya tersembunyi dari modifikasi genetik seperti ini,” kata Tiley. “Selain itu, masih banyak tugas kehumasan untuk membujuk lembaga pemerintah dan konsumen agar menerima ayam yang telah dimodifikasi secara genetik ini,” ucapnya.

Saat ini, kata Tiley, ayam-ayam yang sudah mereka modifikasi ini hanyalah ditujukan untuk penelitian, bukan untuk dimakan oleh manusia.
• VIVAnew
Sumber : http://teknologi.vivanews.com/news/read/200616-peneliti-bikin-ayam-tak-sebarkan-flu-burung

Biosekuriti untuk mencegah penyebaran Infectious Bronchitis

Praktek manajemen dasar seperti akses situs terbatas dikontrol, alas kaki terpisah dan peralatan untuk setiap situs / rumah, dan footbaths di pintu masuk ke situs / rumah semua meminimalkan resiko memperkenalkan virus Infectious Bronchitis (IBV).

Tindakan higienis ditujukan untuk meminimalkan tingkat virus yang menular. Sebuah pendekatan terstruktur diperlukan untuk mencegah infeksi:

* dry clean - pembuangan semua bahan organik dari situs tersebut (dalam kasus lantai tanah ini harus termasuk menghapus cm 4-5 atas tanah).
* basah bersih - membersihkan kandang ayam yang menggunakan air pada tekanan tinggi (35-55 bar) untuk memastikan penghapusan semua bahan organik. Disarankan untuk menambahkan deterjen keras untuk membantu proses pembersihan.
* Disinfeksi - aplikasi desinfektan yang sesuai untuk mengurangi infektifitas dari setiap partikel virus yang tersisa. IBV mudah dibunuh, tetapi permohonan desinfektan pada konsentrasi yang tepat dengan waktu kontak yang cocok sangat penting. Umumnya produk yang mengandung formalin, agen melepaskan klorin, atau senyawa surfaktan yang cocok.

Downtime antara kawanan ayam berturut-turut harus dimaksimalkan (minimal 10 hari direkomendasikan). Pengendalian IBV di situs multi-usia sangat menantang dan membutuhkan kontrol yang ketat dari gerakan personil dan peralatan antara rumah ayam.

Kajian Penambahan Ragi Tape pada Pakan terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan, Rasio Konversi Pakan, dan Mortalitas Tikus (Rattus norvegicus)

Probiotik telah lama diketahui dapat meningkatkan produktivitas ternak, yaitu dengan meningkatkan keseimbangan mikroflora usus (Wiryawan, 1995; Muktiani, 2002; CFNP Tap Review, 2002). Penyerapan zat-zat makanan akan meningkat jika keseimbangan mikroflora usus telah dicapai. Banyak jenis mikroba yang dapat dikategorikan sebagai
probiotik karena pengaruhnya yang menguntungkan bagi inangnya, dijual dalam bentuk kultur murni mikroba atau komponen dari mikroba tertentu, dan dijual secara komersial.
Probiotik telah banyak dijual secara komersial terutama di negara-negara maju seiring dengan dilarangnya penggunaan antibiotik termasuk di Indonesia, namun
wilayah pendistribusiannya masih terbatas kota-kota besar, sementara mayoritas
peternakan di Indonesia adalah peternakan rakyat yang secara geografis sulit untuk diakses.
Adanya kesulitan untuk mendapatkan probiotik komersial, terutama oleh masyarakat
tani, maka dibutuhkan suatu sumber probiotik indigenous alternatif yang banyak tersebar di Indonesia. Pemilihan ragi tape dilakukan dengan pertimbangan: (1) di dalam ragi tape terdapat mikroba-mikroba baik kapang, khamir maupun bakteri yang mampu menghidrolisis pati, menciptakan keseimbangan mikroflora usus, meningkatkan kesehatan serta membantu penyerapan zat-zat makanan, dalam hal ini peran accharomyces cerevisiae sangat penting(Fardiaz, 1992; Dawson, 1993; Newman, 2001,
CFNP Tap Review, 2002); (2) ragi tape tersebar luas di pasar-pasar tradisional di berbagai daerah di Indonesia, sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya; (3) ragi tape sudah biasa dikonsumsi oleh manusia sehingga aman bagi ternak.
Sebelum ragi tape sebagai probiotik dicobakan pada ternak, pada umumnya dicobakan terlebih dahulu pada hewan percobaan sehingga hasilnya dapat menjadi acuan enggunaannya. Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini ialah tikus
laboratorium (Rattus norvegicus) yang biasa digunakan karena karakteristik biologisnya mirip dengan ternak monogastrik dan juga murah, mudah didapat dan siklus reproduksiyang singkat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian terhadap penggunaan ragi
tape sebagai probiotik dalam ransum tikus terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan,
konversi pakan, dan mortalitas tikus putih (Rattus norvegicus).


ABSTRACT
An experiment was conducted to examine the effect of different levels of tape yeast
addition into rations on Rattus norvegicus performance, such as feed consumption, body weight gain, feed conversion ratio and mortality. The experimental design used was a factorial completely randomized design 2 x 4, the first factor was sex (male and female rats), and the second factor was different levels of tape yeast added into rations (0% as R1,0.5% as R2, 1% as R3 and 1.5% as R4). The results showed that the interaction between sex and yeast addition had significant effect on feed consumption and body weight gain (P<0.05), but the effect was not significant on feed conversion ratio and mortality. Yeast addition in male-rat rations significantly reduced feed consumption, but did not affect body weight gain. In female rats, the addition of yeast in the rations increased body weight gain.
Increasing levels of tape yeast in the rations improved the body weight gain and feed
conversion ratio, especially for female rats (P<0.05). There was no single rat died during the experimental period. Rats fed ration containing 1.5% yeast showed better feed consumption, weight gain, and feed conversion ratio compared to rats given other rations.

Key words : rat, tape yeast, consumption, weight gain, feed conversion ratio, mortality